Total Tayangan Halaman

Jumat, 15 April 2011

Adi Genali Raja diKerjaaan kuno Aceh pada tahun 1025 M (416 H)

MEURAH JOHAN RAJA ACEH DARUSSALAM YANG PERTAMA URANG GAYO


MERAH JOHAN, ANAK RAJA LINGGA ACEH TENGAH ADI GENALI SULTAN PERTAMA ACEH DARUSSALAM DENGAN GELAR SULTAN ALAIDIN JOHANSYAH
                                                                                                                           
Gayo artinya Indah
Kerajaan Linge terbentuk tahun 416 H/1025 M dengan raja pertamanya adalah Adi Genali. Adi Genali (Kik Betul)mempunyai empat orang anak yaitu: Empuberu, Sibayak Linge, Merah Johan, Merah Linge.
Reje Linge I mewariskan kepada keturunannya sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang berasal dari Sultan Peureulak Makhdum Berdaulat Mahmud Syah (1012-1038 M). Pusaka ini diberikan saat Adi Genali membangun Negeri Linge pertama di Buntul Linge bersama dengan seorang perdana menteri yang bernama Syekh Sirajuddin yang bergelar Cik Serule.

Kerajaan Linge adalah sebuah Kerjaaan kuno di Gayo Aceh

Pendahuluan:
Asal kata Linge :
Kata linge terdiri dari dua kata; “ling” dan “nge”. “Ling” dalam bahasa Indonesia artinya adalah suara, sedangkan “nge” dalam bahasa Indonesia artinya adalah nya, Jadi, apabila di gabungkan antara dua kata tersebut adalah suaranya. Yang maknanya adalah suaranya ada, tetapi manusia-nya tidak jelas, begitulah makna Kerjaan Linge sekarang ini. Artinya suara orang atau masyarakat setempat bahwa mengatakan Kerjaan Linge itu ada, tetapi Bukti-Bukti peninggalannya tidak ada. Kalaupun ada, itu semua berarti hanya sedikit dari yang diharapkan.
Setiap daerah punya ragam cerita, namun cerita turun temurun itu kadang kala lebih dekat pada mitos tinimbang sejarah. Begitu juga dengan Negeri Linge di dataran tinggi Gayo.Tentang kisah berdirinya kerajaan Linge ad beberap versi tetapi yang kita sajikan kali ini adalah kisah Adi Genali pendiri Kerajaan Linge seorang anak Nelayan.

Kerajaan Linge adalah sebuah Kerjaaan kuno di Aceh. Kerajaan ini terbentuk pada tahun 1025 M (416 H) dengan raja pertamanya adalah Adi Genali. Adi Genali (Kik Betul) mempunyai empat orang anak yaitu: Empu Beru, Sibayak Linge, Merah Johan, Reje Linge I mewariskan kepada keturunannya sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang berasal dari sultan Peureulak Makhdum Berdaulat Mahmud Syah (1012-1038 M).
Pada jaman dahulu kala ketika dunia ini masih diliputi lautan yang mahaluas, dan daratan masih ditumbuhi tumbuhan jarum, hiduplah di negeri Rum dua bersaudara. Si abang sebagai rakyat jelata, mempunyai tujuh orang putra, sedang adiknya sebagai seorang raja, mempunyai tujuh orang putri.
Pada suatu hari ketujuh putra si abang meminta kepada ayahnya, agar ayahnya membuat kail seorang satu buah. Karena ayahnya begitu sayang kepada anaknya lalu ia mencari beberapa kerat kawat. Tiap potong dibuat dua mata kail. Kini tinggal satu lagi yang tidak punya pasangan. Ketika kawat itu belum dikerat, seorang anaknya bernama Genali secara diam-diam mengambil kawat yang masih lurus tadi.
Dengan cepat ia mencari tali dan mengikat kawat lurus itu, lalu ia pergi ke laut. Setelah Genau pergi barulah orang tuanya sadar bahwa kawatnya hilang satu potong dan anaknya seorang tidak ada lagi.
Pada saat itu Genali sedang mengail dan duduk di atas sepotong batang kayu yang dapat terapung jika air pasang. Seekor ikan segera memakan kailnya. Genali menarik kail, tapi ia sendiri ikut ditarik ikan itu ke tengah dan terus sampai ke tengah lautan luas. Sehingga ia terdampar di sebuah pulau kecil bersama ikan dan perahu kayunya.
Berbulan-bulan ia di situ sendirian sehingga pakaiannya habis dan makanan pun tidak ada lagi. Tiap saat ia memohon pada Yang Maha Kuasa agar ia terlepas dari bencana ini. Sehingga pada suatu hari lewatlah sebuah kapal ke pulau itu. Kapal itu dipanggilnya.
Tetapi tidak mau berhenti. Anehnya kapal itu hanya berputar-putar di daerah itu saja. Barulah ketika kapal itu singgah dan menerima pesan dari Genali mereka dapat berlayar dengan lancar kembali.
Lima bulan kemudian kapal itu sampai di negeri Rum. Ikan diserahkan kepada sultan Rum dan pesan Genau meminta ayam jago yang bagus kokoknya dan kain putih empat hasta disampaikan.
Raja Rum menerima pesan Genau dengan baik, dan ikan kiriman lalu dibelah. Di dalamnya terdapat intan berlian.
Permintaan Genali, ayam jago yang bagus kokoknya, putri raja Rumlah yang menebaknya. Sebenarnya dirinyalah yang dipesan Genali, tak dapat ditolak lagi, karena kiriman Genali berupa ikan sudah diterima dan dibelah pula. Persediaan untuk berangkat dilengkapi : Sebuah kapal, juga hewan ternak, inang pengasuh, orang cerdik pandai, dan bibi putri Terus Mata bernama datu Beru ikut serta.
Setelah selesai mereka pun berangkat. Sebulan kemudian kapal itu sampailah di pulau tempat Genali berada. Yang pertama diserahkan ialah kain putih empat hasta, karena Genali tidak berpakaian.
Beberapa lama kemudian putri Terus Mata dan Genali dinikahkan di pulau itu. Pulau itu sekarang terkenal dengan buntul Linge, dengan rajanya bernama Genali.
Keturunan Raja Genali adalahJoharsyah, Joharsyah dan Merah Abuk. Setelah lama Genau memerintah, pada suatu hari sakit lalu meninggal dunia. Aneh ketika keranda dibuka dan akan dimakamkan, jenazahnya hilang. Rakyat terharu bercampur heran. Kemudian kerajaan diperintah oleh permaisuri.
Tersebutlah raja yang mangkat, sebenarnya jasadnya terbang ke Kutaraja. Di sana Genali juga menikah dan dapat keturunan seorang putra bernama Alisyah. Ketika Alisyah masih kecil Genali pergi ke Gayo dan memerintah di sana.
Sekembalinya Genau ke Gayo, Alisyah dipelihara ibunya sampai menanjak besar. Alisyah adalah anak yang pintar. Kalau ada pertandingan bermain selalu menang. Karena itulah teman-teman sepermainan yang bertanding dengan dia menjadi sakit hati. Mereka mengatakan, bahwa Alisyah adalah anak yang tidak mempunyai bapak.
Karena itulah Alisyah tergesa-gesa pulang ke rumah dan menanyakan perihal bapaknya. Ia sangat malu dikatakan anak tak berbapak. Di manakah bapaknya sekarang. Kalau mati di mana kuburnya, dan kalau masih hidup di mana tinggalnya.
Oleh ibunya diterangkan, bahwa bapak Alisyah sekarang berada di Buntul Linge sebagai raja di sana. Jika Alisyah ingin menjumpai bapaknya, ibunya mengizinkan dan sebagai tanda Alisyah dibekali sebuah cincin yang diberikan Genali dahulu. Alisyah menyusul ayahnya ke Buntul Linge.
Di Buntul Linge ia diterima oleh semua keluarga dengan baik. Terutama ibu yang dijumpainya sangat senang kepadanya. Bahkan mengkhitankan anaknya bertiga sekaligus. Ketika akan dikhitankan ketiga anak itu dicoba. Siapakah di antara ketiganya yang tepat kelak menjadi raja. Secara bergiliran di atas kepala mereka diletakkan topi kerajaan.
Ternyata di antara ketiganya Alisyahlah yang serasi dengan topi itu. Maka ditetapkanlah, bahwa yang menggantikan Genali kelak ialah Alisyah.
Setelah ditetapkan siapa yang akan menjadi pengganti raja maka khitanan pun dilaksanakan. Salah satu di antara mereka ialah Joharsyah tidak termakan pisau. Karena malu ia lari ke daerah Batak.
Setelah Genali meninggal, Alisyahlah yang memerintah. Dia adalah seorang raja yang arif dan bijaksana. Rakyat bertambah makmur.
Namun demikian, ia teringat kembali ke Kutaraja. Ia ingin kembali. Alisyah pulang ke Kutaraja dan memerintah di sana, dan sebagai gantinya di Buntul Linge, memerintah Joharsyah. Tersebutlah di negeri lain, ketika pulau Sumatra telah timbul di permukaan air.
Kisah pertama ialah Raja Johor yang mempunyai dua orang putra, yang sulung bernama Muria dan yang bungsu bernama Sengeda. Ketika keduanya sedang bermain layang-layang datang angin kencang, hingga membawa mereka ke sebuah tempat bernama Senile.
Kisah kedua ialah Muria dan Sengeda ialah anak seorang petani yang disuruh ayahnya mencari itik yang hilang. Harus dicari sampai ketemu. Mereka tidak menemukan itik bahkan mereka terdampar ke Senile. Di sana mereka diterima raja Senile, yang bernama Muyang Kaya.
Muyang Kaya menanyakan asal kedua anak itu. Tapi mereka menjawab kami tidak mempunyai orang tua. Raja Serule mereka anggap sebagai orang tuanya.
Raja Serule sangat sayang kepada keduanya dan dipelihara seperti anak sendiri.
Diceritakan pula bahwa dari Buntul Linge raja Joharsyah selalu melihat cahaya dari arah Serule. Karena itu ia ingin mengetahuinya. Ia sendiri berangkat ke Serule dan menanyakan sebabnya. Penyebab cahaya itu ternyata adalah Muria dan Sengeda. Karena itulah raja Linge meminta salah satu di antara keduanya maka ditetapkan untuk raja Linge ialah Muria. Dalam beberapa waktu dia memelihara anak itu sebagai anak raja.
Tetapi ketika raja Joharsyah mendengar kabar daripada ulama dan cerdik pandai bahwa anak itu kelak akan menjadi raja yang besar, maka raja Linge berpikir bahwa anak ini akan menghilangkan keturunannya menjadi raja.
Ia berniat akan membunuhnya, di Kala Singuk Samarkilang. Raja Linge juga meminta kepada raja Serule untuk membunuh Sengeda dengan alasan yang sama. Tapi raja Serule tidak mau melaksanakannya, bahkan raja Serule membohongi raja Linge beberapa kali.
Yang pertama ketika raja Serule menunjukkan bahwa kuburan yang sengaja dibuatnya. Ketika digali ternyata bukan Sengeda, tetapi kucing. Tempat itu sekarang bernama Buntul Kucing. Yang kedua ialah ketika raja Serule membunuh seekor beruang …, yang digantung di atas kayu dibuatnya menyerupai Sengeda.
Raja Linge akhirnya tahu juga. Tempat itu sekarang bernama genting Telkah. Tapi dengan peristiwa ini raja Muyang Kaya dapat menginsafkan raja Joharsyah.
Sebagai raja pengganti, Joharsyah lalu bermupakat dengan raja Serule mengirim Upeti (cap usur) ke Kutereje.
Ketika Raja Serule mengantar upeti, Sengeda juga ikut ke Kutaraja. Pada saat raja Joharsyah dan raja Serule menyerahkan upeti, Sengeda menggambar seekor gajah. Gajah itu seolah-olah hidup. Ketika raja Alisyah melihatnya, beliau bertanya, kepada yang hadir. Dan tak seorang pun dapat menjawab. Lalu Sengedalah yang menerangkan bahwa ini adalah gambar seekor gajah putih yang banyak hidup di Samarkilang.

Raja Alisyah berpesan pada upeti yang akan datang, raja Serule dan raja Linge harus membawa gajah putih. Raja Linge sangat marah. Yang dapat menangkap gajah itu hanyalah Sengeda. Kabarnya gajah putih itu adalah penjelmaan roh abangnya Muria.
Gajah putih ditangkap dekat kuburan Muria di Samarkilang. Pada beberapa tempat gajah itu terlepas secara aneh misalnya di Timang Gajah dan di Calung. Dan pada saat membangunkan dari kubangan harus dinyanyikan diiringi tari diberi bedak dan mungkur, sehingga sampai sekarang ada Pengulu Bedak, Pengulu Mungkur serta Pengulu Bujang.
Raja Linge tak dapat menunaikan tugasnya membawa gajah putih di Kutaraja karena hewan itu mengamuk. Gajah mencari Raja Linge dan ingin dibunuhnya. Raja Linge bersembunyi di Krueng Daroi.
Karena itu Raja Alisyah heran, dan bertanya kepada Sengeda, engapa gajahmu bisa bertindak aneh. Sengeda menjawab bahwa raja Linge berbuat salah membunuh orang yang tidak bersalah. Raja Alisyah bertindak, raja Linge dipecat: Bawar (tanda kebesaran) diambil diserahkan kepada Sengeda. Sengeda diberi kerajaan di Bukit.
Kabar ini tersebar luas, sampai ke Linge sendiri dan neneknya Datu Beru.
Datu Beru datang ke Banda untuk meminta Bawar, tapi dijawab Raja Alisyah bahwa, bawar itu sudah diberikan kepada yang berhak tidak dapat dikembalikan lagi. Sebagai gantinya dibuat bawar tiruan. Datu Beru kembali, ketika sampai di Tunyang, ia meninggal dunia.
Sengeda memerintah sangat adil. Dia adalah raja yang bijaksana.
Orang gayo berasal dari melayu tua yang datang ke Sumatera gelombang pertama dan menetap di pantai timur Aceh antara daerah aliran sungai Jambo Aye, Sungai Peureulak dan Sungai Temiang. Kemudai menyusur daerah aliran ketiga sungai itu berkembang ke Serbejadi, Lingga dan Gayo Luwes. Mereka berusaha di sector pertanian sub sector perladangan, perburuna, perikanan, perternakan dan kehutanan secara amat sederhana dan membangun kerjaan Lingga dengan ibukotanya Buntul Lingga yang terletak di pinggir sebuah anak sungai di hulu sungai Jambo Aye.

Sejak masa itu sampai sekarang, orang Gayo bermukim di enam kabupaten dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan Lukup Serbejadi Kabupaten Aceh Timur, Kecamatan Pulo Tige Kabupaten Temiang, sebagian wilayah kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Gayo Luwes dan di Kabupaten Bener Meria.

Ketika sebuah angkatan da’wah Islam berjumlah 100 orang terdiri dari orang-orang Arab, Persia dan India di pimpin oleh Nakhoda Syahir Nuwi dari Teluk Kambey Gujarat berlabuh di Teluk Perelak pada tahun 173 H atau 800 M. orang-orang gayo membaur dengan mereka dalam proses pemerintahan dan kemasyarakatan, diikat oleh tali persaudaraan Islamiah. Selama periode itu, semua orang Gayo mulai memeluk Islam yang sebelumnya animisme. Ahmad Syarif dinobatkan menjadi Merah (Raja) Islam Lingga Pertama pada tahun 181 H atau 808 M.

Pada tahun 225 H atau 840 M, kerajaan Peureulak diresmikan menjadi Kerajaan Islam dipimpin oleh Sutan pertama Sayid Maulana Aziz Syah berasal dari Arab Qabilah Quraisy.

Pada tahun 375-379 H atau 986-990 M pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Malik Ibrahim Syah, Kerajaan Islam Peureulak diserang oleh Kerajaan Sriwijaya. Sebagian pemimpin dan rakyat Peureulak bergerilya dan hijrah ke Lukup, Samarkilang, Serule, Lingga, Penarun dan Isaq bergabung dengan orang-orang gayo yang sejak lama telah bermukim disana. Setelah Sriwijaya dikalahkan oleh Mojopahit pada tahun 379 H atau 990 M, sebagian pemimpin dan rakyat Kerajaan Islam Peureulak kembali ke Peureulak dan sebagian menetap di Serule, Lingga dan Isaq.

Salah seorang pemimpin Kerajaan Peureulak bernama Merah Malik Ishaq Syahir Nuwi, keturunan Pangeran Syahir Nuwi dari Persia dan Puteri Siyam, bermukim di Lembah salah satu anak sungai Jambo Aye pada masa Kerajaan Islam Perlak dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah tahun 365-377 H atau 976-988 M. program prioritas Merah Malik Ishaq membangun mesjid dan zawiyah (dayah), dimana dipelajari 32 mata pelajaran ilmu pengetahuan duniawi dan ukhrawi secara padu. Kemudian negeri itu terkenal dengan nama Isaq berasal dari nama Malik Ishaq.

Anak Merah Malik Ishaq satu-satunya bernama Merah Mersa, meneruskan usaha ayahnya mengembangkan Islam dan membangun Negeri Isaq, Lingga dan Takengon. Anak Merah Mersa ada enam orang.
  1. Merah Putih dan Merah Hitam yang lazim disebut Merah Dua membangun Negeri Meureudu di Pidie Timur. Nama Meureudu berasal dari Meurah Dua
  2. Merah Bacang, adik Merah Putih dan Merah Hitam membangun Negeri Seunagan di Aceh Barat
  3. Merah Jernang adik Merah Bacang membangun negeri serbejadi Lukup Aceh Timur
  4. Merah Ibrahim, adik Merah Jernang membangun Negeri Daya Aceh Barat
  5. Merah Pupuk adik Merah Jernagn membangun Negeri Daya Aceh Barat
  6. Meurah Mege melanjutkan usaha kakeknya Merah Ishaq dan ayahnya Merah Mersa di Negeri Isaq.

Salah seorang cucu Merah Mersa atau cicit Merah Malik Ishaq ialah Adi Genali, anak Merah Ibrahim menjadi Sultan Kerajaan Islam Lingga yang dinobatkan oleh ulama besar Kerajaan Islam Peureulak Syekh Sirajuddin pada tahun 550 H atau 1125 M yang menetap di Serule sebagai penasehat Kerajaan Islam Lingga dengan sebutan Cik Serule

Adi Genali mempunyai empat orang anak, seorang puteri dan tiga orang putera :
  1. Siti Lela yang popular dalam kerajaan Islam Lingga disebut Datu Beru. Beliau dimakamkan di pemakaman Kerajaan Islam Lingga di Buntul Lingga
  2. Merah Lingga yang kemudian menjadi Raja Lingga menggantikan ayahnya.
  3. Sibayak Lingga yang membangun negeri Sibayak di dataran tinggi pegunungan Sibayak Karo dan mengembangkan Islam di Aru.
  4. Merah Johan atau Johansyah menjadi sultan pertama kerajaan Aceh Darussalam denga gelar Sultan Alaidin Johansyah

Fungsi tersebut beliau raih melalui proses sebagai berikut :
·         Adi Genali dan Cik Serule sepakat untuk melanjutkan pendidikan Johansyah ke Zawiyah Cot Kala di Bandar Perlak, setelah beberapa tahun diajar dan dididik oleh Syekh Sirarjuddin (Cik Serule) dengan harapan kelak dapat menggantikan ayahnya memimpin Kerajaan Islam Lingga dengan lebih baik.
·         Johansyah yang tampan itu, berakhlak mulia, rajin dan cerdas, sehingga setelah Johansyah menyelesaikan pendidikan pada Zawiyah Cot Kala, Guru Besar Zawiyah tersebut Syekh Abdullah Kan’an dengan persetujuan Sultan Kerajaan Islam Perlak, mengangkat Johansyah menjadi guru Zawiyah itu.
·         Selain sebagai guru, Johansyah dipercayakan pula untuk beramal membantu Kerajaan Islam Perlak dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran. Berkaitan dengan jabatan yang kedua ini, Johansyah dipanggil pula dengan lakab Merah Johan.
·         Pada tahun 600 H atau 1204 M, Kerajaan Benua Cina yang dipimpin oleh seorang puteri Cina Laksamana Liang Khie menaklukkan Kerajaan Indera Jaya ibu kotanya Panton Bie, tetangga Kerajaan Indra Purba ibu kotanya Lamuri. Raja bersama sejumlah  pembesar, tentara dan rakyat Kerajaan Indra Jaya mengungsi dan mendirikan Kerajaan Indra Jaya Baru di sebelah barat Gunung Geruthee. Laksamana Liang Khie mengangkat dirinya menjadi Maharaja Kerajaan Indra Jaya yang telah merubah namanya menjadi Kerajaan Seudu.
·         Kerajaan Seudu kemudian diperintah oleh keturunan Laksamana Liang Khie bernama Nian Nio. Laksamana yang cantik dan berani itu melanjutkan keinginan Liang Khie untuk menguasai kerajaan-kerajaan Indra Jaya, Indra Purwa, Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purba yang terpecah  belah di wilayah Aceh Besar sekarang, yang menyebabkan Nian Nio dengan mudah menguasai mereka.
·         Laksamana Nian Nio mulai menyerang ibu kota Kerajaan Indra Purwa dan akan dilanjutkan ke Kerajaan lainnya. Karena itu Maharaja Kerajaan Indra Purba mengirim utusan yang dipimpin oleh Hulubalang Barata kepada Kerajaan Islam Peureulak untuk meminta bantuan. Sultan Kerajaan Islam Peureulak Makhdum Alaidin Malik Muhammad Syah dan Perdana Menteri Kamaluddin menerima perutusan dari Kerajaan Purba itu dengan baik.
·         Setelah melalui musyawarah yang matang dengan Majelis Syura, Sultan Alaidin menyatakan kepada Hulubalang Barata, bahwa Kerajaan Islam Peureulak bersedia membantu Kerajaan Indra Purba dari serangan Kerajaan Seudu.
·         Dalam program dan kebijakan Kerajaan Islam Perlak sejak lama telah ditetapkan, bahwa setiap langkah dan usaha harus dilaksanakan dengan tema Dakwah Islamiah. Untuk itu dilaksanakan seleksi dan latihan anggota pasukan, sehingga bukan hanya terampil dalam bidang peperangan tetapi juga terampil dalam berbagai aspek kehidupan menurut ajaran Islam.
·         Sebanyak 500 orang pasukan tentara Kerajaan Islam Peureulak ditambah dengan utusan Kerajaan Purba, mengikuti pelatihan selama tiga bulan di Pusat Latihan Cot Kala Peureulak. Selama pelatihan, Hulubalang Barata melapor secara berkala kepada Maharaja Kerajaan Indra Purba di Bandar Lamuri mengenai system pelatihan dan kesan-kesan selama berada di wilayah Kerajaan Islam Peureulak. Utusan Kerajaan Purba merasa simpati dan mendorong mereka menganut Islam tanpa paksaan. Namun hal itu tidak mereka laporkan kepada Maharaja Indra Purba, karena Maharaja dan seluruh rakyat kerajaan-kerajaan di kawasan Aceh Besar menganut agama Budha.
·         Pada hari kamis 27 Rajab 570 H, bertepatan dengan 1180 M, 500 prajurit pilihan Kerajaan Islam Peureulak yang terdiri dari 400 prajurit dan 100 perwira diantaranya 75 prajurit dan 18 perwira perempuan dengan upacara khidmat diberangkatkan ke Bandar Lamuri ibu kota Kerajaan Indra Purba, dipimpin oleh Syekh Abdullah Kan’an sebagai Panglima dan Merah Johan sebagai Wakil Panglima. Pasukan ini bernama Angkatan Syiah Hudan. Raja Lingga Adi Genali mengirim 100 prajurit Kerajaan Lingga dan bergabung dengan Angkatan Syiah Hudan di Jalin untuk membantu Kerajaan Indra Purba dari serangan Kerajaan Seudu.
·         Program Angkatan Syiah Hudan adalah melaksanakan da’wah bil lisan dan da’wah bil hal secara padu. Syekh Abdullah Kan’an membangun Zawiyah Kan’an di Bandar Lamuri dan menjelaskan ajaran Islam secara kaffah : keimanan, ibadah, semua jenis amal saleh termasuk sistim pergaulan, memelihara kebersihan dan menganekaragaman usaha pertanian dari lading dan ternak dengan kelapa, lada, pala, kopi dan lain-lain. Sementara Merah Johan memipmpin pelatihan penduduk Indra Purba yang berusia 18 sampai 40 tahun mengenai taktik dan strategi peperangan mempertahankan diri dan menyerang perwira dan prajurit pasukan Syiah Hudan tiap waktu shalat berjama’ah diawali dengan azan dan iqamah dan ditutup dengan zikir dan do’a.
·         Keterpaduan kedua sisitim dakwah Islamiyah dimaksud menarik simpati pemimpin dan rakyat Kerajaan Indra Purba, Indra Patra, Indra Purwa dan Indra Puri, sehingga mereka menyatakan diri memeluk Islam yang sebelumnya menganut agama Budha dan memperkuat pasukan angkatan Syiah Hudan dengan membentuk pasukan gabungan.
·         Maharaja Indra Purba mengangkat Syekh Abdullah Kan’an menjadi penasehat Kerajaan Indra Puba dan Merah Johan menjadi Panglima Gabungan Angkatan Perang Kerajaan Indra Purba dan Kerajaan Islam Peureulak. Merah Johan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat dan alam untuk meraih kemenangan melawan serangan angkatan perang Kerajaan Seudu.
·         Kerajaan Seudu menyerang besar-besaran Lamuri ibu kota Indra Purba. Meurah Johan menyusun empat pasukan terpadu yang diutuskan pada empat arah untuk mempertahankan ibu kota Bandar Lamuri dan merebut ibu kota Kerajaan Seudu Bandar Panton Bie dan Lingke dimana Maharani Nian Nio berkedudukan. Penetapan tempat kedudukan dan pemberian nama Liengkie oleh Nian Nio adalah untuk mengabdikan nama leluhurnya Maharaja Laksamana Liang Khie.
·         Hampir satu tahun Syekh Abdullah Kan’an dan Merah Johan membina masyarakat Indra Purba, mempersiapkan fisik dan mental untk mempertahankan dan membalas serangan angkatan perang Kerajaan Seudu. Dan terjadi pertempuran antara pasukan gabungan Kerajaan Islam Peureulak dan Kerajaan Indra Purba melawan pasukan Kerajaan Seudu selama tiga bulan, yang paling sengit di Kuala Naga dan Liengkie, akhirnya Nian Nio dapat ditawan dan Kerajaan Seudu menyatakan kekalahannya.
·         Pada hari Rabu 14 Rajab 601 H, Kerajaan Indra Purba menyelenggarakan upacara menyambut kemenangan itu, pembesar-pembesar Kerajaan Indra Purba menyatakan secara resmi memeluk Islam, Syekh Abdullah Kan’an shalat syukur atas nikmat Allah yang tidak ternilai itu. Merah Johan diakadnikahkan dengan puteri Maharaja Indra Purba bernama Indra Kesuma.
·         Nian nio termenung murung membisu dalam rumah tahanan Kerajaan Indra Purba memendam cinta terhadap Merah Johan yang gagah tampan. Terjadilah cinta segitiga antara Indra Kesuma, Nian Nio dan Merah Johan. Syekh Abdullah Kan’an merundingkan cara penyelesaian cinta segi tiga itu dengan Maharaja dan Permaisuri Kerajaan Indra Purba. Masalah ini amat pelik dirasakan oleh mereka karena bermadu merupakan keadaan yang paling pahit dirasakan oleh seorang isteri, apalagi belum sampai satu bulan Merah Johan menikah dengan Indra Kesuma. Namun untuk kepentingan dakwah Islam dan untuk persatuan Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Seudu dan Kerajaan lainnya, Maharaja , Permaisuri dan Puteri Kerajaan Indra Purba, Indra Kesume isteri pertama Merah Johan, menyetujui pernikahan Merah Johan dengan Nian Nio dengan syarat bahwa Nian Nio terlebih dahulu menganut agama Islam. Syekh Abdullah Kan’an memimpin pengislaman Nian Nio dan menikahkannya dengan Merah Johan di Istana Kerajaan Seudu Panton Bie. Sejumlah pembesar dan rakyat Kerajaan Seudu yang setia kepada Nian Nio memeluk agama Islam.
·         Pada tanggal 28 Sya’ban 601 H, diselenggarakan musyawarah besar di Istana Kerajaan Indra Purba di ibukota Bandar Lamuri. Pesertanya sebanyak 1000 orang terdiri dari para wakil Kerajaan Seudu, Indra Purwa, Indra Patra, Indra Puri, Indra Purba dan sejumlah peninjau dari Kerajaan Islam Peureulak, Pase, Benua dan Lingga. Dua isteri Merah Johan Indra Kesuma dan Nian Nio dengan amat harmonis memimpin para petugas untuk mempersiapkan musyawarah besar itu. Setelah Maharaja Indra Purba membuka dan menjelaskan tujuan musyawarah, Syekh Abdullah Kan’an menyampaikan pidato yang intinya : memproklamir-kan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam, menjelaskan dasar-dasar Kerajaan dan melantik Merah Johan menjadi Sultan Kerajaan Aceh Darussalam.

Suku Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan 3 kecamatan di Aceh Timur, yaitu kecamatan Serbe Jadi, Peunaron dan Simpang Jernih.
Selain itu suku Gayo juga mendiami beberapa desa di kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara.

[sunting] Bahasa

Bahasa Gayo digunakan dalam percakapaan sehari-hari. Penggunaan bahasa Gayo dibedakan atas beberapa dialek, seperti dialek Gayo Lut yang terbagi lagi menjadi sub-dialek Lut dan Deret di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah, dialek Blang Di Kabupaten Gayo Lues, Kalul di Kabupaten Aceh Tamiang, dan Lokop di Serbe Jadi Kabupaten Aceh Timur.

[sunting] Mata pencaharian

Mata pencaharian utama adalah bertani dan berkebun dengan hasil utamanya kopi. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kerajinan lain yang cukup mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang Gayo, dengan motif yang khas.

[sunting] Sejarah

Kerajaan Lingga atau Linge (dalam bahasa gayo) di tanah Gayo, menurut M. Junus Djamil dalam bukunya "Gajah Putih" yang diterbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Atjeh pada tahun 1959, Kutaraja, mengatakan bahwa sekitar pada abad ke-11 (Penahunan ini mungkin sangat relatif karena kerajaan Lamuri telah eksis sebelum abad ini, penahunan yang lebih tepat adalah antara abad ke 2-9 M), Kerajaan Lingga didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kerajaan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesan dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda.
Raja Lingga I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Djohan Syah) dan Meurah Lingga(Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lamkrak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamoeri dan Lamuri atau Kesultanan Lamuri atau Lambri. Ini berarti kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Kesultanan Daya merupakan kesultanan syiah yang dipimpin orang-orang Persia dan Arab.
Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wihni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Lingga lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.

[sunting] Dinasti Lingga

1. Adi Genali Raja Lingga I di Gayo
2. Raja Lingga II alias Marah Lingga di Gayo 3. Raja Lingga III-XII di Gayo 4. Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh, pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau (Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.
Raja-raja di Sebayak Lingga Karo tidak terdokumentasi. Pada era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya dua era 1. Raja Sendi Sibayak Lingga. (Pilihan Belanda) 2. Raja Kalilong Sibayak Lingga

[sunting] Sistem pemerintahan

Rumah Adat Gayo Pitu Ruang
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari:
  • Reje
  • Petue
  • Imem
  • Rayat
Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok klen (belah). Anggota-anggota suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).
Kelompok kekerabatan terkecil disebut saraine (keluarga inti). Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klen). Pada masa sekarang banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama mengembangkan matapencaharian bertani di sawah dan beternak, dengan adat istiadat matapencaharian yang rumit. Selain itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kini matapencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi. Kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas.

[sunting] Seni Budaya

Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari saman dan seni bertutur yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian Seperti: Tari bines, Tari Guel, Tari munalu,sebuku(pepongoten),guru didong, dan melengkan (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa, Karena Orang Gayo kaya akan seni budaya.
Kubur tradisional orang Gayo
Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.

[sunting] Seni dan Tarian

[sunting] Makanan Khas

[sunting] Bacaan Lanjutan

  • Bowen, John Richard, 1991,"Sumatran Politics and Poetics : Gayo History, 1900-1989", New Haven : Yale University Press.
  • Bowen, John Richard, 1993,"Return to Sender: A Muslim Discourse of Sorcery in a Relatively Egalitarian Society, the Gayo of Nothern Sumatra", in C. W. Watson and Roy Ellen (Eds.), Understanding Witchcraft and Sorcery in Southeast Asia, Honolulu-Hawaii: University of Hawaii Press.
  • Bowen, John Richard, 1993, "Muslims Through Discourse : Religion and Ritual in Gayo Society", Princeton, N.J. : Princeton University Press.
  • SNOUCK HURGRONJE, C., - Het Gajoland en zijne bewoners.

[sunting] Tautan Luar


PIDATO SYEKH ABDULLAH KAN’AN :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji hanya untuk Allah, Pencipta dan Pemilik semesta alam Salawat dan salam untuk penghulu kita Rasulullah Muhammad SAW.

Saudara-saudara yang kami muliakan,
Hari ini kita menutup musyawarah akbar Kerajaan Seudu, Indra Purwa, Indra Patra, Indra Puri dan Indra Purba serta diikuti oleh wakil dari Kerajaan Islam Peureulak, Pase, Benua dan Kerajaan Islam Lingga. Kita telah sepakat untuk mendirikan satu Kerajaan Islam Aceh dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam

Kita telah sepakat pula bahwa dasar Kerajaan Aceh Darussalam adalah Islam. Kalau Al-qur’an menjadi pedoman hidup manusia dan dasar Kerajaan, maka dunia ini menjadi surga, karena keadilan dan kebenaran, persaudaraan dan kasih saying, persamaan dan hak azasi manusia menjadi raja.

Kita juga telah sepakat bahwa ibu kota Kerajaan Aceh Darussalam di bangun baru di antara Kerueng Naga dan Kuala Naga, untuk mengenang pertempuran sengit dan menentukan antara pasukan Kerajaan Indra Purba yang dipimpin oleh Meurah Johan dan pasukan Kerajaan Seudu yang dipimpin oleh Laksamana Nian Nio. Ibu kota baru itu kita beri nama Banda Aceh Darussalam.

Kita juga telah sepakat bahwa Meurah Johan ditetapkan menjadi Sultan pertama Kerajaan Aceh Darussalam dengan gelar Sultan Alaidin Johansyah.

Kita berharap pada suatu masa, Kerajaan Samaindra dan Kerajaan Indra Jaya serta Kerajaan Islam Peureulak, Pase, Benua dan Kerajaan Islam Lingga akan  bersatu dalam Kerajaan Aceh Darussalam yang besar ini dan akan mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh Nusantara Indonesia.

Atas nama peserta musyawarah, pada haru Jum’at tarekh 1 Ramadhan 601 H, saya menyatakan berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam dan meresmikan Meurah Johan menjadi Sultan Aceh Darussalam.

Kita berdo’a, semoga Allah SWT melindungi dan memberi petunjuk kepada kita semua. Amiin ya Arhamarrahimiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


PIDATO SAMBUTAN MEURAH JOHAN GELAR ALAIDIN JOHANSYAH :
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji kami persembahkan kepada-Mu ya Allah Raja segala Raja. Engkau beri Kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau sukai dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Segala kebaikan berada dalam tangan-Mu dan Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Kami bersyukur kepada Allah SWT karena dengan iradah-Nya, hari ini kami diresmikan menjadi Khadim dari kerajaan-Nya.

Kami berjanji akan berusaha melaksanakan semua ajarannya dalam segala cabang kehidupan umat.

Sebagai manusia, kami adalah orang yang lemah, hanya Al-Haq Allah SWT adalah kekuatan mutlak. Kejahatan sebesar apapun tidak akan sanggup bertahan dihadapan Al-Haq. Kami adalah tangan Al-Haq yang akan membela rakyat tertindas dan mematahkan leher kezaliman.

Dalam kerajaan Aceh Darussalam, yang menjadi rajanya adalah kebenaran, keadilan, persaudaraan, persamaan, keikhlasan dan cinta kasih. Siapapun tidak boleh memperkosa dasar-dasar ini. Segala unsur bangsa dan segala jenis darah yang berada dalam Kerajaan Aceh Darussalam akan diperlakukan sama, mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tinggi rendah seseorang diukur dengan taqwa. Hanya rakyat yang cerdaslah yang dapat memelihara dan melaksanakan dasar-dasar ini.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan rakyat kami meresmikan Zawiyah Kan’an sebagai pusat pendidikan Islam dan Kerajaan Aceh Darussalam.

Demikianlah sambutan dan harapan kami, semoga Allah SWT memperkenankannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Lampiran :
Skema silsilah Sultan Kerajaan Peureulak, Lingga dan Aceh Darussalam.


ASLI NASKAH PANITIA PEKAN KEBUDAYAAN ACEH KE-IV KABUPATEN ACEH TENGAH (belum di edit maupun direvisi)
Takengon, 21 Jumadil Akhir 1425 H/ 08 Agustus 2004 M.


 DAFTAR PUSTAKA
A. Hasjmy, Prof. Tgk. H, Meurah Ishaq membangun negeri Isak, makalah, panitia seminar masuk Islam di Aceh Tengah, Takengon, 1980

A. Hasjmy, Prof. Tgk. H, Meurah Johan Sultan Aceh Pertama, Bulan Bintang, Jakarta, 1976 :
- Idharul Haq, oleh Syekh Ishak Makarani Pase, silsilah raja-raja Kerajaan Islam Perlak dan Pase.
- Thabaqah Thabaqatin, oleh di Meulek, Ramasetia Katibul Muluk Sultan Alaidin Johan Syah, silsilah kerajaan Aceh Darussalam
- Tawarikh raja-raja Kerajaan Aceh Darussalam, oleh Tgk. M. Yunus Jamil.

Amin, Tgk M. Arifin dan T. Syahbuddin Razi, silsilah keturunan sultan-sultan Kerajaan Peureulak, Lingga dan Aceh Darussalam

Anzib Lamnyong, Tengku, transkripsi adat Aceh dari satu manuscript India Office Library, salinan, Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh, Banda Aceh 1981.

Abdurrahman Trieng Gading, Sultan-sultan turunan Peureulak, Harian peristiwa minggu ke-IV Agustus 1990. Mahmud Ibrahim, drs, H. Mujahid Dataran Tinggi Gayo, Yayasan Maqamam Mahmuda, Takengon 2001

M Yacob Ibrahim, drs. Dkk, tim, monografi daerah kabupaten Aceh Tengah, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh 1981

Mahmud Ibrahim, Mujahid Dataran Tinggi Jaya, Yayasan H. Maqamam Mahmuda, Takengon 2001
http://www.facebook.com/

2 komentar:

  1. Asslamu'alaikum Wr.Wb.
    Saya sangat tertarik dengan silsilah keturunan kerajaan Linge Gayo, orang tua saya berasal dari Gayo.Kakek saya pernah bercerita kalau kami berasal dari keturunan Raja Linge.
    Sebuah rencong keramat warisan sang kakek ada saya simpan, pernah saya bawa benda keramat ini ke Makam Raja Linge di Istana Linge yang ada di Isaq.
    Seorang juru kunci disana "Cik Linge" membenarkan asal usul Rencong ini, dan menurut keterangan "Guru" saya, benda keramat ini adalah pegangan dari keturunan Ke-7 Raja Linge yang ber gelar Tengku "Umar Darma Saji"
    Saya sangat tertarik mencari kebenaran sejarah ini, bisa tolong bantu saya untuk mencari informasi lebih lanjut tentang hal ini?
    Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

    BalasHapus
  2. asw,, saya juga senang dengan artikel ini,, memang kami sekarang tinggal dibanda aceh,, tetapi menurut cerita ibu saya,, dia juga berasal dari keturunan raja linge,, kakek saya dijuluki syech kilang,, tapi kalo bapak saya berasal dari keturunan datuk singkil penghabisan,,, terima kasih slam kenal....

    BalasHapus